BUKTI
PENINGGALAN KERAJAAN KERAJAAN HINDU BUDHA DI INDONESIA
1. Kerajaan Kutai
a. Prasasti
Mulawarman/Yupa
Prasasti
Mulawarman, atau disebut juga Prasasti
Kutai, adalah sebuah prasasti
yang merupakan peninggalan dari Kerajaan
Kutai. Terdapat tujuh buah yupa yang memuat prasasti, namun baru 4 yang berhasil dibaca dan
diterjemahkan. Prasasti ini menggunakan huruf
Pallawa Pra-Nagari dan dalam bahasa
Sanskerta, yang diperkirakan dari bentuk dan
jenisnya berasal dari sekitar 400 Masehi. Prasasti ini ditulis dalam bentuk
puisi anustub.
Isi
Isinya menceritakan Raja Mulawarman yang memberikan sumbangan kepada para kaum Brahmana berupa
sapi yang banyak. Mulawarman disebutkan sebagai cucu dari Kudungga, dan anak dari Aswawarman. Prasasti ini merupakan bukti peninggalan tertua dari
kerajaan yang beragama Hindu di Indonesia. Nama
Kutai umumnya digunakan sebagai nama kerajaan ini meskipun tidak disebutkan
dalam prasasti, sebab prasasti ditemukan di Kabupaten
Kutai, Kalimantan
Timur, tepatnya di hulu Sungai
Mahakam.
2. Kerajaan Tarumanegara
a. Prasasti Ciaruteun
Prasasti Ciaruteun atau prasasti Ciampea ditemukan ditepi sungai Ciarunteun,
dekat muara sungai Cisadane Bogor prasasti tersebut menggunakan huruf Pallawa
dan bahasa Sanskerta yang terdiri dari 4 baris disusun ke dalam bentuk Sloka
dengan metrum Anustubh. Di samping itu terdapat lukisan semacam laba-laba serta
sepasang telapak kaki Raja Purnawarman.
Gambar telapak kaki pada prasasti
Ciarunteun mempunyai 2 arti yaitu:
- Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tersebut (tempat ditemukannya prasasti tersebut).
- Cap telapak kaki melambangkan kekuasaan dan eksistensi seseorang (biasanya penguasa) sekaligus penghormatan sebagai dewa. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang diibaratkan dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung rakyat
Isi
Prasasti Ciaruteun bergoreskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari tiga baris dan
pada bagian bawah tulisan terdapat pahatan gambar umbi dan sulur-suluran
(pilin), sepasang telapak kaki dan laba-laba.
Teks:
vikkrantasyavanipat
eh
srimatah
purnnavarmmanah
tarumanagarendrasya
visnoriva
padadvayam
Terjemahan:
“Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
“Inilah (tanda) sepasang telapak kaki yang seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnnawamman, raja di negri Taruma, raja yang gagah berani di dunia”.
Cap
telapak kaki melambangkan kekuasaan raja atas daerah tempat ditemukannya
prasasti tersebut. Hal ini berarti menegaskan kedudukan Purnawarman yang
diibaratkan Dewa Wisnu maka dianggap sebagai penguasa sekaligus pelindung
rakyat yang gagah dan berani.
b. Prasasti Kebon Kopi
Prasasti Kebon Kopi ditemukan di Kampung
Muara Hilir ,Kecamatan Cibungbulang , Bogor. Pada prasasti ini ada pahatan
gambar tapak kaki gajah yang disamakan dengan tapak kaki gajah airwata (gajah
kendaraan Dewa wisnu).Prasasti ini ditulis dengan aksara
Pallawa dan bahasa Sanskerta yang disusun ke dalam bentuk
seloka metrum Anustubh yang diapit sepasang pahatan gambar telapak kaki gajah.
Teks:
~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~
Airwavatabhasya vibhatidam ~ padadvayam
Terjemahan:~ ~ jayavisalasya Tarumendrasya hastinah ~ ~
Airwavatabhasya vibhatidam ~ padadvayam
“Di sini nampak tergambar sepasang telapak kaki…yang seperti Airawata, gajah penguasa Taruma yang agung dalam….dan (?) kejayaan”
c.
Prasasti Jambu
Prasasti Jambu atau prasasti Pasir Koleangkak, ditemukan di
bukit Koleangkak di perkebunan jambu, sekitar 30 km sebelah barat Bogor, prasasti
ini juga menggunakan bahasa Sanskerta dan huruf Pallawa serta terdapat gambar
telapak kaki yang isinya memuji pemerintahan raja Mulawarman.
Isi : Prasasti Jambu terdiri dari dua baris aksara
Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan
metrum Sragdhara. Pada batu prasasti ini juga terdapat pahatan gambar sepasang
telapak kaki yang digoreskan pada bagian atas tulisan tetapi sebagian amvar
telapak kaki kiri telah hilang karena batu bagian ini pecah.Prasasti ini
menyebutkan nama raja Purnnawarmman yang memerintah di negara Taruma. Prasasti
ini tanpa angka tahun dan berdasarkan bentuk aksara Pallava yang dipahatkannya
(analisis Palaeographis) diperkirakan berasal dari pertengahan abad ke-5
Masehi.
Teks:siman=data krtajnyo narapatir=asamo yah pura tarumayam/ nama sri purnnavarmma pracura ri pusara bhedya bikhyatavarmmo/
tasyedam= pada vimbadvayam= arinagarot sadane nityadaksam/ bhaktanam yandripanam= bhavati sukhakaram salyabhutam ripunam//
Bunyi terjemahan prasasti itu adalah:
"Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya yang termashyur Sri Purnawarman yang sekali waktu (memerintah) di Taruma dan yang baju zirahnya yang terkenal tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya yang senantiasa menggempur kota-kota musuh, hormat kepada para pangeran, tapi merupakan duri dalam daging bagi musuh-musuhnya."
d. Prasasti Tugu
Prasasti
Tugu ditemukan di daerah Tugu, kecamatan
Cilincing Jakarta Utara. Prasasti ini dipahatkan pada sebuah batu bulat panjang
melingkar dan isinya paling panjang dibanding dengan prasasti Tarumanegara yang
lain, sehingga ada beberapa hal yang dapat diketahui dari prasasti tersebut. Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai
Candrabaga oleh Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman
pada tahun ke-22 masa pemerintahannya. Penggalian sungai tersebut merupakan
gagasan untuk menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada
masa pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
Hal-hal yang dapat diketahui dari
prasasti Tugu adalah:
- Prasasti Tugu menyebutkan nama dua buah sungai yang terkenal di Punjab yaitu sungai Chandrabaga dan Gomati. Dengan adanya keterangan dua buah sungai tersebut menimbulkan tafsiran dari para sarjana salah satunya menurut Poerbatjaraka. Sehingga secara Etimologi (ilmu yang mempelajari tentang istilah) sungai Chandrabaga diartikan sebagai kali Bekasi.
- Prasasti Tugu juga menyebutkan anasir penanggalan walaupun tidak lengkap dengan angka tahunnya yang disebutkan adalah bulan phalguna dan caitra yang diduga sama dengan bulan Februari dan April.
- Prasasti Tugu yang menyebutkan dilaksanakannya upacara selamatan oleh Brahmana disertai dengan seribu ekor sapi yang dihadiahkan raja.
Isi
Prasasti
Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh yang teridiri dari
lima baris melingkari mengikuti bentuk permukaan batu. Sebagaimana semua prasasti-prasasti
dari masa Tarumanagara umumnya, Prasasti Tugu juga tidak mencantumkan
pertanggalan. Kronologinya didasarkan pada analisis gaya dan bentuk aksara
(analisis palaeografis). Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa prasasti
ini berasal dari pertengahan abad ke-5 Masehi. Khusus prasasti Tugu dan
prasasti Cidanghiyang memiliki kemiripan aksara, sangat mungkin sang pemahat
tulisan (citralaikha > citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang
sama.
Dibandingkan
prasasti-prasasti dari masa Tarumanagara lainnya, Prasasti Tugu merupakan
prasasti yang terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Purnnawarmman
pada tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian (selesai dibangunnya)
saluran sungai Gomati dan Candrabhaga.
Prasasti
Tugu memiliki keunikan yakni terdapat pahatan hiasan tongkat yag pada ujungnya
dilengkapi semacam trisula. Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak memanjang
ke bawah seakan berfungsi sebagai batas pemisah antara awal dan akhir
kalimat-kalimat pada prasastinya.
Teks:
pura rajadhirajena guruna pinabahuna khata khyatam purim prapya candrabhagarnnavam yayau//pravarddhamane dvavingsad vatsare sri gunau jasa narendradhvajabhutena srimata purnavarmmana//
prarabhya phalguna mase khata krsnastami tithau caitra sukla trayodasyam dinais siddhaikavingsakaih
ayata satsahasrena dhanusamsasatena ca dvavingsena nadi ramya gomati nirmalodaka//
pitamahasya rajarser vvidaryya sibiravanim brahmanair ggo sahasrena prayati krtadaksina//
Terjemahan:
“Dahulu sungai yang bernama Candrabhaga telah digali oleh maharaja yang mulia dan yang memilki lengan kencang serta kuat yakni Purnnawarmman, untuk mengalirkannya ke laut, setelah kali (saluran sungai) ini sampai di istana kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja Purnnawarmman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji segala raja-raja, (maka sekarang) beliau pun menitahkan pula menggali kali (saluran sungai) yang permai dan berair jernih Gomati namanya, setelah kali (saluran sungai) tersebut mengalir melintas di tengah-tegah tanah kediaman Yang Mulia Sang Pendeta Nenekda (Raja Purnnawarmman). Pekerjaan ini dimulai pada hari baik, tanggal 8 paro-gelap bulan Caitra, jadi hanya berlangsung 21 hari lamanya, sedangkan saluran galian tersebut panjangnya 6122 busur. Selamatan baginya dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dihadiahkan”
e. Prasasti
Pasir Awi
Prasasti
Pasir Awi terletak di lereng selatan bukit Pasir Awi (± 559m dpl) di kawasan
hutan perbukitan Cipamingkis, desa Sukamakmur, kecamatan Sukamakmur (antara
Kec. jonggol dan Kec. Citeureup)kabupaten
Bogor.Prasasti Pasir Awi berpahatkan gambar dahan dengan ranting dan
dedaunan serta buah-buahan (bukan aksara) juga berpahatkan gambar sepasang
telapak kaki,tertulis dalam aksara ikal yang belum dapat dibaca.
f. Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten terletak
di tepi(sungai) Cisadane dekat Muara Ciantenyang dahulu dikenal dengan sebutan
prasasti Pasir Muara (Pasiran Muara) karena memang masuk ke wilayah
kampung Pasirmuara. , diderah bogor Prasasti Muara
Cianten dipahatkan pada batu besar dan
alami dengan ukuran 2.70 x 1.40 x 140 m3. Peninggalan sejarah ini
disebut prasasti karena memang ada goresan tetapi merupakan pahatan gambar
sulur-suluran (pilin) atau ikal yang keluar dari umbi. tertulis dalam aksara
ikal yang belum dapat dibaca. Di samping tulisan terdapat lukisan telapak kaki.
g. Prasasti
Lebak
Ditemukan di Lebak, di pinggir
Sungai Cidanghiang, Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten. Prasasti
ini menggunakan huruf Pallawa, terdiri dari dua baris huruh yang merupakan satu
sloka dalam metrum anustubh. Isi dari prasasti ini
merupakan pujian kepada Purnawarman sebagai panji seluruh raja, keberanian,
keagungan, dan keperwiraan sesungguhnya dari seluruh raja dunia.
Isi : Prasasti Cidanghiyang ditulis dalam aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sanskerta dengan metrum Anustubh (bentuk aksaranya mirip dengan yang digoreskan pada Prasasti Tugu dari periode yang sama).
Teks
Vikranto ‘yam vanipateh/prabhuh satya parakramah narendra ddhvajabhutena/ srimatah purnnawvarmanahTerjemahan
"Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya dari raja dunia, yang Mulia Purnawarman yang menjadi panji sekalian raja-raja."3. Kerajaan Kalingga
a.
Prasasti Tuk Mas
ditemukan di lereng barat Gunung Merapi, tepatnya di Dusun Dakawu, Desa Lebak, Kecamatan Grabag, Magelang di Jawa Tengah. Prasasti bertuliskan huruf Pallawa yang berbahasa Sanskerta. Prasasti menyebutkan tentang mata air yang
bersih dan jernih. Sungai yang mengalir dari sumber air tersebut
disamakan dengan Sungai
Gangga di India. Pada
prasasti itu ada gambar-gambar seperti trisula, kendi, kapak, kelasangka, cakra dan bunga
teratai yang merupakan lambang keeratan
hubungan manusia dengan dewa-dewa Hindu
b. Prasasti
Sojomerto
Prasasti
Sojomerto ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten
Batang, Jawa Tengah. Prasasti ini beraksara Kawi dan berbahasa
Melayu Kuna dan berasal
dari sekitar abad ke-7 masehi. Prasasti ini bersifat keagamaan Siwais. Isi
prasasti memuat keluarga dari tokoh utamanya, Dapunta Selendra, yaitu
ayahnya bernama Santanu, ibunya bernama Bhadrawati, sedangkan istrinya bernama
Sampula. Prof. Drs. Boechari berpendapat bahwa tokoh yang bernama Dapunta
Selendra adalah cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Sailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu
c.
|
d. Candi Bubrah
Candi Bubrah ditemukan di Desa Tempur, Kecamatan Keling, Kabupaten
Jepara, Jawa Tengah.Kedua temuan
prasasti ini menunjukkan bahwa kawasan pantai utara Jawa Tengah dahulu
berkembang kerajaan yang bercorak Hindu Siwais. Catatan ini menunjukkan
kemungkinan adanya hubungan dengan Wangsa Sailendra atau kerajaan Medang yang
berkembang kemudian di Jawa Tengah Selatan.
4. Kerajaan Sriwijaya
a. Prasasti
Kedukan Bukit
Prasasti Kedudukan Bukit
ditemukan di tepi Sungai Tatang, dekat
Palembang. Prasasti ini berangka tahun 628 Masehi. Prasasti ini berhuruf
pallawa dan berbahasa Melayu kuno. Jumlahnya hanya 10 baris. Mengenai isi
prasasti terdapat perbedaan antara para sejarawan yaitu mengenai adanya
prasasti tersebut sebagai peringatan pendirian Sriwijaya atau sebagai
peringatan kemenangan Sriwijaya terhadap Kerajaan Melayu.Tetapi isi lainnya
yaitu menerangkan bahwa seorang bernama Dapunta Hyang mengadakan perjalanan
suci (siddhayatra) dengan menggunakan perahu. Ia berangkat dari Minangatamwan
dengan membawa tentara 20.000 personel.
b. Prasasti Talang tuo
Prasasti
ini ditemukan di daerah Talang Tuo
sebelah barat Kota Palembang. Prasasti Talang Tuo terdiri dari 14 baris
dalam bahasa Melayu Kuno dan berhuruf Pallawa. Angka tahunnya adalah 606 Saka.
Ini prasasti tersebut mengenai pembuatan kebun Sriksetra atas perintah Punta
Hyang Sri Jayanasa, untuk kemakmuran semua makhluk. Selain itu juga doa dan
harapan yang menunjukkan sifat agama Buddha.
c. Prasasti Telaga Batu
Prasasti Telaga Batu ditemukan di Palembang. Prasasti ini tidak berangka tahun.Prasasti
ini juga berbahasa Melayu kuno dan berhuruf Pallawa. Pada bagian atas prasasti
ini, terdapat hiasan tujuh kepala ular cobra berbentuk pipih dengan mahkota
berbentuk permata bulat. Lehernya mengembang dengan hiasan kalung. Hiasan ular
cobra ini bersatu dengan permukaan batu datar dibagian belakang. Jumlah
barisnya ada 28 dalam keadaan sangat aus, bahkan sebagian tidak dapat dibaca.
Di bawah prasasti ini ada pancuran seperti halnya yoni. Dalam prasasti ini terdapat
data yang memuat penyusunan ketatanegaraan Sriwijaya.Isinya terutama tentang
kutukan-kutukan yang menakutkan bagi mereka yang berbuat kejahatan.
d. Prasasti Kota Kapur
Ditemukan di dekat Sungai Menduk, di Pulau Bangka. Jenis batu
yang digunakan berbeda dengan jenis batu yang terdapat di Pualu Bangka. Karena
hal itu, kemungkinan prasasti ni dibawa dari luar. Bahasa yang digunakan adalah
bahasa Melayu kuno dan huruf yang digunakan adalah huruf pallawa. Isi dari
prasasti ini adalah kutukan-kutukan untuk mereka yang berbuat jahat, tidak
tunduk dan setia kepada raja akan celaka.
Permintaaan kepada para dewa untuk menjaga kedatuan Sriwijaya.Selain itu
ada keterangan penting yaitu tentang usaha Sriwijaya untuk menaklukkan Bhumi
Jawa yang tidak tunduk kepada Sriwijaya. Angka tahunnya 608 Saka.
e. Prasasti Karang Berahi
Ditemukan di tepi Sungai Merangin
yang merupakan cabang Sungai Batang Hari di Jambi Hulu. Prasasti ini tidak berangka tahun, namun teridentifikasi menggunakan
aksara Pallawa dan bahasanya Melayu Kuna. Isinya tentang kutukan bagi orang yang tidak tunduk atau setia
kepada raja dan orang-orang yang berbuat jahat. Kutukan pada isi prasasti ini
mirip dengan yang terdapat pada Prasasti
Kota Kapur dan Prasasti
Telaga Batu.Yang menarik dari
prasasti ini adalah baris 1-4 menggunakan dialek yang berbeda dengan baris
selanjutnya.
f.
Candi
Muara Takus.
g.
Arca Maitreya
5. Kerajaan Mataram Kuno
a. Prasasti Canggal
Prasasti
Canggal (juga disebut Prasasti Gunung Wukir atau Prasasti Sanjaya)
adalah prasasti
dalam bentuk candra sengkala berangka tahun 654 Saka
atau 732 Masehi[1]
yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir di desa Kadiluwih, kecamatan Salam,
Magelang, Jawa Tengah.Prasasti
yang ditulis pada stela batu ini menggunakan aksara
Pallawa dan bahasa Sanskerta.[1]
Prasasti dipandang sebagai pernyataan diri Raja Sanjaya pada tahun 732 sebagai seorang
penguasa universal dari Kerajaan Mataram Kuno.
Isi
Prasasti ini
menceritakan tentang pendirian lingga (lambang Siwa) di desa Kunjarakunja oleh Sanjaya.
Diceritakan pula bahwa yang menjadi raja mula-mula adalah Sanna, kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha, saudara perempuan Sanna.
b. Prasasti
Kalasan
Prasasti Kalasan adalah prasasti peninggalan Wangsa Sanjaya dari Kerajaan Mataram Kuno yang berangka tahun 700 Saka atau 778 M. Prasasti yang ditemukan di kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta, ini ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sanskerta.
Prasasti ini menyebutkan, bahwa Guru Sang Raja berhasil membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana (Kariyana Panangkara) yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) atas permintaan keluarga Syailendra, untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara bagi para pendeta, serta penghadiahan desa Kalasan untuk para sanggha (umat Buddha). Bangunan suci yang dimaksud adalah Candi Kalasan.Prasasti ini kini disimpan dengan No. D.147 di Museum Nasional, Jakarta.
c. Prasasti Klura
Prasasti
Kelurak merupakan prasasti batu berangka tahun 782 M yang ditemukan di dekat Candi Lumbung Desa Kelurak, di sebelah utara Kompleks
Percandian Prambanan, Jawa Tengah.Keadaan batu prasasti Kelurak sudah sangat aus, sehingga isi
keseluruhannya kurang diketahui. Secara garis besar, isinya adalah tentang
didirikannya sebuah bangunan suci untuk arca Manjusri atas perintah Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadhananjaya. Menurut para ahli, yang
dimaksud dengan bangunan tersebut adalah Candi Sewu, yang terletak di Kompleks Percandian Prambanan. Nama raja Indra
tersebut juga ditemukan pada Prasasti Ligor dan Prasasti Nalanda peninggalan
kerajaan Sriwijaya.Prasasti Kelurak ditulis dalam aksara
Pranagari, dengan menggunakan bahasa Sanskerta. Prasasti ini kini disimpan dengan No. D.44
di Museum
Nasional, Jakarta.
d. Prasasti Kedu / Balitung
Prasasti
Mantyasih, juga
disebut Prasasti Balitung atau Prasasti Tembaga Kedu,[1] adalah prasasti berangka tahun 907
M[2] yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan
Mataram Kuno.
Prasasti ini ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara,
Jawa Tengah dan memuat daftar silsilah raja-raja
Mataram sebelum Raja Balitung.
Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta
yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas
wilayah kerajaan Mataram Kuno. Dalam
prasasti juga disebutkan bahwa desa Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai
desa perdikan (daerah bebas pajak). Di
kampung Meteseh saat ini masih terdapat sebuah lumpang batu, yang diyakini
sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain itu
disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang
Gunung
Sindoro dan Sumbing). Kata "Mantyasih" sendiri dapat
diartikan "beriman dalam cinta kasih".
e. Kompleks Candi Dieng (Candi Bima,
Puntadewa,Arjuna , Semar), Candi Ngawen , Mendut, Pawon , Borobudur
Candi
Borobudur
Borobudur adalah nama sebuah candi Buddha yang terletak di Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Indonesia. Lokasi candi adalah kurang lebih
100 km di sebelah barat daya Semarang, 86 km di sebelah barat Surakarta, dan 40 km di sebelah barat
laut Yogyakarta. Candi berbentuk stupa ini didirikan oleh para penganut agama Buddha
Mahayana sekitar
tahun 800-an Masehi pada masa pemerintahan wangsa Syailendra
Candi Mendut adalah sebuah candi bercorak Buddha. Candi
yang terletak di Jalan Mayor Kusen Kota Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah ini, letaknya berada sekitar 3 kilometer dari candi Borobudur.
|
Candi
Ngawen
Candi Ngawen adalah candi Buddha yang berada
kira-kira 5 km sebelum candi Mendut dari arah Yogyakarta, yaitu di desa Ngawen, kecamatan Muntilan, Kabupaten
Magelang. Menurut perkiraan, candi ini
dibangun oleh wangsa
Sailendra pada abad ke-8 pada zaman Kerajaan
Mataram Kuno. Menurut Soekmono keberadaan candi Ngawen ini kemungkinan besar adalah bangunan
suci yang tersebut dalam prasasti
Karang Tengah pada tahun
824 M, yaitu Venuvana (Sanskerta: 'Hutan Bambu').
Candi ini terdiri dari 5 buah candi kecil,
dua di antaranya mempunyai bentuk yang berbeda dengan dihiasi oleh patung singa
pada keempat sudutnya. Sebuah patung Buddha dengan posisi duduk Ratnasambawa
yang sudah tidak ada kepalanya nampak berada pada salah satu candi lainnya.
Beberapa relief pada sisi candi masih nampak cukup jelas, di antaranya adalah
ukiran Kinnara, Kinnari, dan kala-makara.Candi Pawon
Candi Pawon adalah nama sebuah candi, peninggalan Masa
Klasik, yang
terletak di Kabupaten
Magelang. Letak
Candi Pawon ini berada di antara Candi Mendut dan Candi Borobudur, tepat berjarak 1750 meter dari Candi Borobudur ke arah
timur dan 1150 m dari Candi Mendut ke arah barat
|
Candi Arjuna
Candi Arjuna
adalah sebuah bangunan candi Hindu yang terletak di Dataran
Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Indonesia.Candi Arjuna merupakan salah satu
bangunan candi di Kompleks Percandian Arjuna, Dieng. Di kompleks ini juga terdapat Candi Semar, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Candi Arjuna terletak paling utara dari deretan percandian
di kompleks tersebut. Sementara itu, Candi Semar adalah candi perwara atau pelengkap dari Candi Arjuna. Kedua bangunan candi ini
saling berhadapan.Seperti umumnya candi-candi di Dieng, masyarakat memberikan
nama tokoh pewayangan Mahabarata sebagai nama candi.
6. Kerajaan Kediri
a. Prasasti
Padlegan
Peninggalan
sejarahnya yang paling tua adalah Prasasti Pikatan atau Padlegan I, 11 Januari
1117, di mana ia menyebut dirinya sebagai Sang Juru Panjalu. Prasasti tersebut
berisi penetapan desa Padlegan sebagai sima swatantra (daerah bebas
pajak) karena kesetiaan penduduknya dalam membantu perjuangan raja.
b. Prasasti Panumbangan
Pada tanggal 2 Agustus 1120 Maharaja
Bameswara mengeluarkan prasasti Panumbangan tentang permohonan penduduk desa
Panumbangan agar piagam mereka yang tertulis di atas daun lontar ditulis ulang
di atas batu. Prasasti tersebut berisi penetapan desa Panumbangan sebagai sima
swatantra oleh raja sebelumnya yang dimakamkan di Gajapada. Raja sebelumnya
yang dimaksud dalam prasasti ini diperkirakan adalah Sri Jayawarsa
c. Candi Penataran
Candi termegah dan terluas di
Jawa Timur ini terletak di lereng barat daya Gunung Kelud, di sebelah utara
Blitar, pada ketinggian 450 meter dpl. Dari prasasti yang tersimpan di bagian
candi diperkirakan candi ini dibangun pada masa Raja Srengga dari Kerajaan
Kediri sekitar tahun 1200 Masehi dan berlanjut digunakan sampai masa
pemerintahan Wikramawardhana, Raja Kerajaan Majapahit sekitar tahun 1415.
d.Candi Gurah
|
Candi Gurah terletak di kecamatan di
Kediri, Jawa Timur. Pada tahun 1957 pernah ditemukan sebuah candi yang jaraknya
kurang lebih 2 km dari Situs Tondowongso yang dinamakan Candi Gurah namun
karena kurangnya dana kemudian candi tersebut dikubur kembali.
e.
Candi Tondowongso
Situs Tondowongso merupakan situs temuan
purbakala yang ditemukan pada awal tahun 2007 di Dusun Tondowongso, Kediri,
Jawa Timur. Situs seluas lebih dari satu hektare ini dianggap sebagai penemuan
terbesar untuk periode klasik sejarah Indonesia dalam 30 tahun terakhir
(semenjak penemuan Kompleks Percandian Batujaya), meskipun Prof.Soekmono pernah
menemukan satu arca dari lokasi yang sama pada tahun 1957. Penemuan situs ini
diawali dari ditemukannya sejumlah arca oleh sejumlah perajin batu bata
setempat.
Berdasarkan
bentuk dan gaya tatahan arca yang ditemukan, situs ini diyakini sebagai
peninggalan masa Kerajaan Kediri awal (abad XI), masa-masa awal perpindahan
pusat politik dari kawasan Jawa Tengah ke Jawa Timur. Selama ini Kerajaan
Kediri dikenal dari sejumlah karya sastra namun tidak banyak diketahui
peninggalannya dalam bentuk bangunan atau hasil pahatan.
f. Arca Buddha Vajrasattva
Arca Buddha Vajrasattva ini berasal dari
zaman Kerajaan Kediri (abad X/XI). Dan sekarang merupakan Koleksi Museum für
Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
g.
Prasasti Kamulan
Prasasti
Kamulan ini berada di Desa Kamulan, Trenggalek, Jawa Timur. Prasasti ini dibuat
dan dikeluarkan pada masa pemerintahan Raja Kertajaya, pada tahun 1194 Masehi,
atau 1116 Caka. Melalui prasasti ini disebutkan bahwa hari jadi dari Kabupaten
Trenggalek sendiri tepatnya pada hari Rabu Kliwon, tanggal 31 Agustus 1194.
h.
Prasasti Galunggung
Prasasti
Galunggung memiliki tinggi sekitar 160 cm, lebar atas 80 cm, lebar bawah 75 cm.
Prasasti inii terletak di Rejotangan, Tulungagung. Di sekeliling prasasti
Galunggung banyak terdapat tulisan memakai huruf Jawa kuno. Tulisan itu
berjajar rapi. Total ada 20 baris yang masih bisa dilihat mata. Sedangkan di
sisi lain prasasti beberapa huruf sudah hilang lantaran rusak dimakan usia. Di
bagian depan, ada sebuah lambang berbentuk lingkaran. Di tengah lingkaran
tersebut ada gambar persegi panjang dengan beberapa logo. Tertulis pula angka
1123 C di salah satu sisi prasasti.
i. Prasasti Jaring
Prasasti Jaring yang bertanggal 19
November 1181. Isinya berupa pengabulan permohonan penduduk desa Jaring melalui
Senapati Sarwajala tentang anugerah raja sebelumnya yang belum terwujud.vDalam
prasasti tersebut diketahui adanya nama-nama hewan untuk pertama kalinya
dipakai sebagai nama depan para pejabat Kadiri, misalnya Menjangan Puguh, Lembu
Agra, dan Macan Kuning.
j.
Prasasti Talan
Prasasti Talan/ Munggut terletak di Dusun
Gurit, Kabupaten Blitar. Prasasti ini berangka tahun 1058 Saka (1136 Masehi).
Cap prasasti ini adalah berbentuk Garudhamukalancana pada bagian atas prasasti
dalam bentuk badan manusia dengan kepala burung garuda serta bersayap. Isi
prasasti ini berkenaan dengan anugerah sima kepada Desa Talan yang masuk
wilayah Panumbangan memperlihatkan prasasti diatas daun lontar dengan cap
kerajaan Garudamukha yang telah mereka terima dari Bhatara Guru pada tahun 961
Saka (27 Januari 1040 Masehi) dan menetapkan Desa Talan sewilayahnya sebagai
sima yang bebas dari kewajiban iuran pajak sehingga mereka memohon agar
prasasti tersebut dipindahkan diatas batu dengan cap kerajaan Narasingha.
Raja Jayabhaya mengabulkan permintaan
warga Talan karena kesetiaan yang amat sangat terhadap raja dan menambah
anugerah berupa berbagai macam hak istimewa.
7. Kerajaan Singasari
a.
Candi Singosari
Candi ini berlokasi di Kecamatan Singosari,Kabupaten Malang dan terletak
pada lembah di antara Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Berdasarkan
penyebutannya pada Kitab Negarakertagama serta Prasasti Gajah Mada yang
bertanggal 1351 M di halaman komplek candi, candi ini merupakan tempat "pendharmaan"
bagi raja Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang mangkat(meninggal) pada
tahun 1292 akibat istana diserang tentara Gelang-gelang yang dipimpin oleh
Jayakatwang. Kuat dugaan, candi ini tidak pernah selesai dibangun.
b. Candi Jago
Arsitektur Candi Jago disusun
seperti teras punden berundak. Candi ini cukup unik, karena bagian atasnya
hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat karena tersambar petir.
Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan
keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan batu andesit.
c.
Candi Sumberawan
Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di Jawa
Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari, Candi ini merupakan
peninggalan Kerajaan Singasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah karena terletak di dekat sebuah
telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi Rawan.
d. Arca Dwarapala
Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran
yang sangat besar. Menurut penjaga situs sejarah ini, arca Dwarapala merupakan
pertanda masuk ke wilayah kotaraja, namun hingga saat ini tidak ditemukan
secara pasti dimanan letak kotaraja Singhasari.
e.
Prasasti Manjusri
Prasasti Manjusri
merupakan manuskrip yang dipahatkan pada bagian belakang Arca Manjusri,
bertarikh 1343, pada awalnya ditempatkan di Candi Jago dan sekarang tersimpan
di Museum Nasional Jakarta
f.Prasasti Mula Malurung
Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula
dan desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa
lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun 1255
sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja
Singhasari. Kumpulan lempengan Prasasti Mula Malurung ditemukan pada dua
waktu yang berbeda. Sebanyak sepuluh lempeng ditemukan pada tahun 1975 di dekat
kota Kediri, Jawa Timur. Sedangkan pada bulan Mei 2001, kembali ditemukan tiga
lempeng di lapak penjual barang loak, tak jauh dari lokasi penemuan sebelumnya.
Keseluruhan lempeng prasasti saat ini disimpan di Museum Nasional Indonesia,
Jakarta.
g. Prasastri Singosari
Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari,
Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah dan ditulis
dengan Aksara Jawa. Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan
sebuah caitya atau candi pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada.
Paruh pertama prasasti ini merupakan pentarikhan tanggal yang sangat
terperinci, termasuk pemaparan letak benda-benda angkasa. Paruh kedua
mengemukakan maksud prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan sebuah
caitya.
h. Candi Jawi
Candi ini terletak di pertengahan jalan
raya antara Kecamatan Pandaan - Kecamatan Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi
banyak dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha, namun
sebenarnya merupakan tempat pedharmaan atau penyimpanan abu dari raja terakhir
Singhasari, Kertanegara. Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi
Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan Candi Jago yang merupakan
tempat peribadatan Raja Kertanegara.
i.
Prasasti Wurare
Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti
yang isinya memperingati penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat bernama
Wurare (sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam
bahasa Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut
sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan
Singhasari, yang dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina (Buddha
Agung). Sedangkan tulisan prasastinya ditulis melingkar pada bagian bawahnya.
8.Kerajaan
Majapahit
a.Candi
Wringin Lawang
Berupa bangunan gapura agung dari bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter dengan arsitektur candi bentar atau “candi terbelah” yang sampai sekarang sering diaplikasikan dalam gaya arsitektur Bali. Fungsi utama bangunan ini diduga adalah sebagai pintu gerbang menuju kawasan utama di ibukota kerajaan Majapahit. Lokasinya sangat mudah dijangkau karena terlihat dari jalan utama Surabaya-Solo, tepatnya di daerah Brangkal, sebelum memasuki wilayah Trowulan.
Berupa bangunan gapura agung dari bahan bata merah dengan luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter dengan arsitektur candi bentar atau “candi terbelah” yang sampai sekarang sering diaplikasikan dalam gaya arsitektur Bali. Fungsi utama bangunan ini diduga adalah sebagai pintu gerbang menuju kawasan utama di ibukota kerajaan Majapahit. Lokasinya sangat mudah dijangkau karena terlihat dari jalan utama Surabaya-Solo, tepatnya di daerah Brangkal, sebelum memasuki wilayah Trowulan.
b. Candi Brahu
Berlokasi
di kawasan Bejijong, Trowulan yang sekarang merupakan sentra pengrajin Kuningan
dan Patung Batu. Candi Brahu adalah bangunan suci peribadatan yang dipergunakan
untuk memuliakan anggota keluarga kerajaan yang telah wafat. Konon 4 raja
pertama kerajaan Majapahit yang wafat diperabukan/dikremasi di kompleks
bangunan candi Brahu.
c.Candi
Gentong
Candi ini masih dalam tahap restorasi, sehingga wujudnya masih berupa reruntuhan bangunan yang belum bisa dinikmati dengan nyaman. Lokasinya sendiri berdekatan dengan candi Brahu.
d.Candi Tikus
Adalah kolam pemandian ritual (petirtaan) yang berbentuk bangunan kolam bujur sangkar berukuran 22,5 meter x 22,5 meter dengan arsitektur teras-teras persegi yang dimahkotai menara-menara yang ditata dalam susunan konsentris yang menjadi titik tertinggi bangunan ini. Pada sisi utara terdapat sebuah tangga menuju dasar bangunan kolam. Struktur utama yang menonjol dari dinding selatan diperkirakan mengambil bentuk gunung legendaris Mahameru. Konon dulunya kolam ini dipergunakan sebagai tempat pemandian putri raja-raja Majapahit. Nama Candi Tikus sendiri diambil lantaran dulunya lokasi ini menjadi sarang tikus yang sering menjadi gangguan hama bagi sawah milik penduduk.
e.Candi Bajang Ratu
Lokasi Candi Bajang Ratu berdekatan dengan Candi Tikus, berupa bangunan ramping nan anggun dengan arsitektur gapura paduraksa setinggi 16,5 meter. Pada bagian atap terdapat aksesoris bangunan yang menampilkan ukiran hiasan rumit/detail. Nama Bajang Ratu dalam bahasa jawa berarti “Raja Kecil” dikaitkan masyarakat dengan raja kedua Majapahit yaitu Jayanegara. Konon Jaya negara pernah jatuh saat kecil di tempat ini, sedang yang lain beranggapan karena Raja Jayanegara naik tahta dalam usia sangat muda. Sejarawan sendiri mengkaitkan bangunan Candi Bajang Ratu sebagai penghormatan bagi Raja Jayanegara yang wafat tahun 1328 M.
Terima kasih :) artikelnya sangat membantu ;)
BalasHapus