Ø LAHIRNYA
AGAMA ISLAM
Islam merupakan salah satu agama besar di dunia saat ini. Agama ini
lahir dan berkembang di Tanah Arab. Pendirinya ialah Muhammad. Agama ini lahir salah satunya sebagai
reaksi atas rendahnya moral manusia pada saat itu. Manusia pada saat itu hidup
dalam keadaan moral yang rendah dan kebodohan (jahiliah). Mereka sudah tidak
lagi mengindahkan ajaran-ajaran nabi-nabi sebelumnya. Hal itu menyebabkan
manusia berada pada titik terendah. Penyembahan berhala, pembunuhan,
perzinahan, dan tindakan rendah lainnya merajalela.
Islam
mulai disiarkan sekitar tahun 612 di Mekkah. Karena penyebaran agama baru ini
mendapat tantangan dari lingkungannya, Muhammad kemudian pindah (hijrah) ke
Madinah pada tahun 622. Dari sinilah Islam berkembang ke seluruh dunia.
Muhammad
mendirikan wilayah kekuasaannya di Madinah. Pemerintahannya didasarkan pada
pemerintahan Islam. Muhammad kemudian berusaha menyebarluaskan Islam dengan
memperluas wilayahnya.
Setelah
Muhammad wafat pada tahun 632, proses menyebarluaskan Islam dilanjutkan oleh
para kalifah yang ditunjuk Muhammad. Islam terus berkembang ke seluruh wilayah Timur Tengah, bahkan sampai ke Afrika,
Eropa, dan Asia. Perkembangan Islam tidak dapat dipisahkan dari peranan
para sahabat nabi yang mampu meneruskan kepemimpinan Nabi Muhammad saw.
Sahabat-sahabat nabi yang paling berjasa dalam menyebarkan Islam adalah Abu
Bakar, Umar, Usman, dan Ali. Mereka dikenal sebagai Khulafaturrosyidin.
Setelah masa kepemimpinan Khulafaturrosyidin berakhir, Islam telah berkembang menjadi sebuah kekuatan yang besar. Di Syria muncul Dinast Umayyah, di Bagdad (Irak) muncul Dinasti Abbasiyah, dan di Eropa pusat kekuasaan Islam terdapat di Cordoba (Spanyol). Pada masa Dinasti Umayyah Islam telah berkembang sampai ke India, Cina, dan Asia Tenggara, bahkan Indonesia. Pada masa dinasti Abasiah Islam lebih berkembang luas lagi. Setelah kebesaran Abasiah memudar, muncullah kemudian dinasti Turki Ustmani. Dalam masa pemerintahan Imperium Turki Ustmani, Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Perkembangan Islam di Asia dilakukan melalui jalur perdagangan . Pertama, jalur perdagangan darat atau yang dikenal dengan sebutan ’jalan sutera ’ yang menghubungkan perdagangan antara daerah pedalaman di Eropa dan Asia Barat bagian Utara dengan daerah pedalaman di Asia, terutama Tiongkok. Jalan sutera merupakan jalur perdagangan antara Asia dan Eropa yang sangat tua usianya.
Kedua, jalur perdagangan laut yang menghubungkan kota-kota dagang di sekitar Laut Tengah dan kota-kota dagang di sepanjang pantai Selatan benua Asia yang terbentang dari Asia Barat – Asia Selatan – Asia Tenggara – sampai Asia Timur. Para pedagang dari Asia Barat yang berkunjung ke India, Asia Tenggara, dan Asia Timur bukan hanya untuk berdagang, melainkan membawa dan menyebarkan agama Islam. Sebaliknya, para pedagang dari Asia Tenggara dan Asia Timur yang datang ke India dan Asia Barat bukan hanya untuk berdagang, melainkan untuk belajar agama Islam. Dengan demikian, penyebaran dan berkembang Islam ke berbagai daerah Asia melalui jalan yang damai (pacific penetration)
Setelah masa kepemimpinan Khulafaturrosyidin berakhir, Islam telah berkembang menjadi sebuah kekuatan yang besar. Di Syria muncul Dinast Umayyah, di Bagdad (Irak) muncul Dinasti Abbasiyah, dan di Eropa pusat kekuasaan Islam terdapat di Cordoba (Spanyol). Pada masa Dinasti Umayyah Islam telah berkembang sampai ke India, Cina, dan Asia Tenggara, bahkan Indonesia. Pada masa dinasti Abasiah Islam lebih berkembang luas lagi. Setelah kebesaran Abasiah memudar, muncullah kemudian dinasti Turki Ustmani. Dalam masa pemerintahan Imperium Turki Ustmani, Islam mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Perkembangan Islam di Asia dilakukan melalui jalur perdagangan . Pertama, jalur perdagangan darat atau yang dikenal dengan sebutan ’jalan sutera ’ yang menghubungkan perdagangan antara daerah pedalaman di Eropa dan Asia Barat bagian Utara dengan daerah pedalaman di Asia, terutama Tiongkok. Jalan sutera merupakan jalur perdagangan antara Asia dan Eropa yang sangat tua usianya.
Kedua, jalur perdagangan laut yang menghubungkan kota-kota dagang di sekitar Laut Tengah dan kota-kota dagang di sepanjang pantai Selatan benua Asia yang terbentang dari Asia Barat – Asia Selatan – Asia Tenggara – sampai Asia Timur. Para pedagang dari Asia Barat yang berkunjung ke India, Asia Tenggara, dan Asia Timur bukan hanya untuk berdagang, melainkan membawa dan menyebarkan agama Islam. Sebaliknya, para pedagang dari Asia Tenggara dan Asia Timur yang datang ke India dan Asia Barat bukan hanya untuk berdagang, melainkan untuk belajar agama Islam. Dengan demikian, penyebaran dan berkembang Islam ke berbagai daerah Asia melalui jalan yang damai (pacific penetration)
Sampai
tahun 750, wilayah Islam telah meliputi Jazirah Arab, Palestina, Afrika
Utara, Irak, Suriah, Persia, Mesir, Sisilia, Spanyol, Asia Kecil, Rusia,
Afganistan, dan daerah-daerah di Asia Tengah. Pada masa ini yang memerintah ialah
Bani Umayyah dengan ibu kota Damaskus.
Pada
tahun 750, Bani Umayyah dikalahkan oleh Bani Abbasiyah yang kemudian memerintah
sampai tahun 1258 dengan ibu kota di Baghdad. Pada masa ini, tidak banyak
dilakukan perluasan wilayah kekuasaan. Konsentrasi lebih pada pengembangan ilmu
pengetahuan, kebudayaan, dan peradaban Islam. Baghdad menjadi pusat perdagangan,
kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Setelah
pemerintahan Bani Abbasiyah, kekuasaan Islam terpecah. Perpecahan ini
mengakibatkan banyak wilayah yang memisahkan diri. Akibatnya, penyebaran Islam
dilakukan secara perorangan. Agama ini dapat berkembang dengan cepat karena
Islam mengatur hubungan manusia dan TUHAN. Islam disebarluaskan tanpa
paksaan kepada setiap orang untuk memeluknya.
Ø PROSES MASUKNYA ISLAM KE INDONESIA
Agama islam pertama masuk ke Indonesia melalui proses
perdagangan, pendidikan, dll. Tokoh penyebar islam adalah walisongo antara
lain; Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati, Sunan
Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Drajat, Sunan Gresik (Maulana Malik
Ibrahim)
Pada tahun 30 Hijri atau 651 Masehi, hanya berselang sekitar
20 tahun dari wafatnya Rasulullah SAW, Khalifah Utsman ibn Affan RA mengirim
delegasi ke Cina untuk memperkenalkan Daulah Islam yang belum lama berdiri.
Dalam perjalanan yang memakan waktu empat tahun ini, para utusan Utsman
ternyata sempat singgah di Kepulauan Nusantara. Beberapa tahun kemudian,
tepatnya tahun 674 M, Dinasti Umayyah telah mendirikan pangkalan dagang di
pantai barat Sumatera. Inilah perkenalan pertama penduduk Indonesia dengan
Islam. Sejak itu para pelaut dan pedagang Muslim terus berdatangan, abad demi
abad. Mereka membeli hasil bumi dari negeri nan hijau ini sambil berdakwah.
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun
belum secara besar-besaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara,
adalah yang pertama sekali menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan
Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Pasai. Berita dari Marcopolo
menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692 H / 1292 M,
telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Begitu pula berita dari Ibnu
Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika singgah di Aceh tahun
746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi’i.
Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan
di Indonesia terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang
salah satu diantaranya adalah makam seorang Muslimah bernama Fathimah binti
Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082 M, yaitu pada jaman
Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk asli,
melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman
penduduk pribumi Nusantara secara besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M,
penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar sejarah berpendapat
bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besar-besaran pada abad tersebut
disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti.
Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti
Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate.
Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa
kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan
Spanyol. Islam datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang,
tidak dengan merebut kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara
yang benar-benar menunjukkannya sebagai rahmatan lil’alamin.
Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan
terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini,
perdagangan dengan kaum Muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat.
Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin banyak. Yang terbesar
diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh Hadramaut,
migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut.
Islam datang ke Indonesia ketika pengaruh Hindu dan Buddha
masih kuat. Kala itu, Majapahit masih menguasai sebagian besar wilayah yang
kini termasuk wilayah Indonesia. Masyarakat Indonesia berkenalan dengan agama
dan kebudayaan Islam melalui jalur perdagangan, sama seperti ketika berkenalan
dengan agama Hindu dan Buddha. Melalui aktifitas niaga, masyarakat Indonesia
yang sudah mengenal Hindu-Buddha lambat laun mengenal ajaran Islam. Persebaran
Islam ini pertama kali terjadi pada masyarakat pesisir laut yang lebih terbuka
terhadap budaya asing. Setelah itu, barulah Islam menyebar ke daerah pedalaman
dan pegunungan melalui aktifitas ekonomi, pendidikan, dan politik.
Proses
masuknya Islam ke Indonesia dilakukan secara damai dan dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut
:
- Melalui Cara Perdagangan
Indonesia dilalui
oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China dan daerah lain di
Asia. Letak Indonesia yang strategis ini membuat lalu lintas perdagangan di
Indonesia sangat padat dilalui oleh para pedagang dari seluruh dunia termasuk
para pedagang muslim. Saluran
islamisasi melalui perdagangan ini sangat menguntungkan karena para raja dan
bangsawan turut serta dalam kegiatan perdagangan, bahkan mereka menjadi pemilik
kapal dan saham. Para pedagang muslim ini banyak bermukim di daerah
pesisir pulau Jawa dan Sumatera
yang penduduknya masih menganut agama Hindu.
Para pedagang ini mendirikan masjid dan mendatangkan para ulama dan mubalig
dari luar untuk mengenalkan nilai dan ajaran Islam kepada penduduk lokal, dan
karenanya anak-anak muslim itu menjadi orang jawa dan kaya-kaya. Dibeberapa
tempat, penguasa-penguasa Jawa, yang menjabat sebagai bupati-bupati Majapahit
yang ditempatkan dipesisir utara Jawa banyak yang masuk islam, bukan hanya
karena faktor politik dalam negeri yang sedang goyah, tetapi terutama karena
faktor hubungan ekonomi dengan pedagang-pedagang Muslim. Dalam perkembangan selanjutnya, mereka
kemudian mengambil alih perdagangan dan kekuasaan di tempat-tempat tinggalnya.
- Melalui Perkawinan
Bagi masyarakat
pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kalangan yang terpandang. Hal ini menyebabkan banyak
penguasa pribumi tertarik
untuk menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah,
sang gadis akan menjadi muslim terlebih dahulu. Setelah mereka mempunyai keturunan, lingkungan mereka
semakin luas. Akhirnya timbul kampong-kampung, daerah-daerah, dan
kerajaan-kerajaan muslim. Dalam perkembangan berikutnya, ada pula wanita muslim
yang dikawini oleh keturunan bangsawan, tentu saja setelah yang terakhir ini
masuk islam terlebih dahulu. Jalur perkawinan ini lebih menguntungkan apabila
terjadi antara saudagar muslim dengan anak bangsawan atau anak raja dan anak
adipati, karena raja, adipati atau bangsawan itu kemudian turut mempercepat
proses islamisasi. Demikianlah yang terjadi antara Raden Rahmat atau sunan
ampel dengan Nyai Manila, sunan Gunung Jati dengan putrid Kawunganten,
Brawijaya dengan putri Campa yang menurunkan Raden Patah (raja pertama Demak),
dll.
3.
Melalui Pendidikan
Pengajaran dan
pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk. Pendidikan
dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru agama, ulama,
ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung halamannya dan akan
mendakwahkan Islam di kampung masing-masing. Misalnya, pesantren yang didirikan
oleh Raden Rahmat di Ampel Denta Surabaya dan Sunan Giri di Giri. Keluaran
pesantren Giri ini banyak yang diundang ke Maluku untuk mengajarkan agama
islam.
- Melalui Kesenian
Wayang adalah salah satu sarana kesenian untuk
menyebarkan islam kepada penduduk lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh
terpandang dan paling mahir
dalam mementaskan wayang untuk mengenalkan agama Islam. Beliau tidak perna menerima upah
pertunjukan, tetapi meminta para penonton untuk mengikutinya mengucapkan
kalimat syahadat. Cerita wayang yang dipentaskan biasanya dipetik dari
kisah Mahabrata atau Ramayana yang kemudian disisipi dengan nilai-nilai Islam. Kesenian-kesenian lain juga dijadikan
alat islamisasi, seperti sastra (hikayat, babad, dan sebagainya), seni bangunan,
dan seni ukir.
5. Melalui
Tasawuf
Pengajar-pengajar
tasawuf atau para sufi, mengajarkan teosofi yang bercampur dengan ajaran yang
sudah dikenal luas oleh masyarakat Indonesia. Mereka mahir dalam soal-soal
magis dan mempunyai kekuatan-kekuatan menyembuhkan. Diantara mereka ada juga
yang mengawini putrid-putri bangsawan setempat. Dengan tasawuf, “bentuk” islam
yang diajarkan kepada penduduk pribumi mempunyai persamaan dengan alam pikiran
mereka yang sebelumnya menganut agama Hindu, sehingga agama baru itu mudah
dimengerti dan diterima. Diantara ahli-ahli tasawuf yang memberikan ajaran yang
mengandung persamaan dengan alam pikiran Indonesia pra-islam adalah Hamzah
Fansuri di Aceh, syaikh Lemah Abang, dan Sunan Panggung di Jawa. Ajaran mistik seperti
ini masih berkembang di abad ke-19 M bahkan di abad ke-20 M ini.
6.
Melalui Saluran Politik
Di Maluku dan Sulawesi selatan,
kebanyakan rakyat masuk islam setelah rajanya memeluk islam terlebih dahulu.
Pengaruh politik raja sangat membantu tersebarnya islam di daerah ini.
Disamping itu, baik di Sumatera dan Jawa maupun Indonesia bagian timur, demi
kepentingan politik, kerajaan-kerajaan islam memerangi kerajaan-kerajaan
non-islam. Kemenangan kerajaan islam secara politis banyak menarik penduduk
kerajaan bukan islam itu masuk islam.
7. Dakwah Wali Songo
Proses
penyebaran Islam di Nusantara khususnya di pulau Jawa tidak lepas dari peranan
para wali. Para wali bertindak sebagai juru dakwah, penyebar dan perintis agama
Islam. Dengan bekalpengetahuan agama dan keahlian tersebut,para wali mendapat
banyak pengikut dan sangat dihormati.
Di Jawa, terdapat sembilan wali yang
sangat terkenal. Para wali ini kemudian dikemal dengan sebutan Wali Songo (
wali sembilan, karena jumlah wali ada sembilan orang). Mereka adalah sebagai
berikut.
1.
Sunan Ampel (Raden Rahmat), di
Ampel, Surabaya.
2.
Sunan Maulana Malik Ibrahim di
Gresik.
3.
Sunan Giri (Raden Paku), di Bukit
Giri, Surabaya.
4.
Sunan Drajat, di Drajat, Surabaya.
5.
Sunan Bonan (Makdum Ibrahim), di
Bonang, Tuban
6.
Sunan Muria, yang tinggal di lereng
gunung Muria, Kudus.
7.
Sunan Kalijaga (Joko Said), di
Kalidangu, Demak.
8.
Sunan Kudus, yang bertempat tinggal
di Kudus.
9.
Sunan Gunung Jati (Syarif
Hidayatullah), di Gunung Jati, Cirebon
Proses
masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung secara revolusioner, cepat,
dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun, dan sangat beragam. Menurut
para sejarawan, teori-teori tentang kedatangan Islam ke Indonesia dapat dibagi
menjadi:
a.
Teori
Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke
Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung pada
abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan teori ini
adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang ulama
sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya ini pada tahun
1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis Perguruan Tinggi Islam
Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh anggapan para sarjana Barat
yang mengemukakan bahwa Islam datang ke Indonesia tidak langsung dari Arab.
Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan HAMKA adalah sumber lokal
Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal kedatangan orang Arab
tidak dilandasi oleh nilai nilai ekonomi, melainkan didorong oleh motivasi
spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan Hamka, jalur perdagangan antara
Indonesia dengan Arab telah berlangsung jauh sebelum tarikh masehi.
Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan sanggahan terhadap
Teori Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap
prasangka-prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di
Indonesia. Penulis Barat, kata HAMKA, melakukan upaya yang sangat sistematik
untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang
mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai sumber utama Islam di Indonesia
dalam menimba ilmu agama. Dalam pandangan HAMKA, orang-orang Islam di Indonesia
mendapatkan Islam dari orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar
perdagangan. Pandangan HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang diungkapkan
oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah (kaum pengembara)
yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia. Kaum Sufi biasanya
mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan kumpulan atau
perguruan tarekat.
Dasar teori ini
adalah:
a.
Pada abad ke-7 yaitu tahun 674 di pantai barat
Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam, dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah
mendirikan perkampungan sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita dari
Cina.
b.
Kerjaan Samudera Pasai penganut aliran mahzab
Syafi’i, dimana pengaruh mahzab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah
Mesir dan Mekah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mahzab Hanafi.
c.
Raja-raja Samudera Pasai menggunakan gelar Al-Malik
yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
Pendukung Teori Makkah ini adalah
Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori menyatakan
bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan polotik Islam, jadi masuknya ke Inonesia
terjadi jauh sebelumnya abad ke-7 dan berperan besar terhadap proses
penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.
b.
Teori
Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat ini
terletak di India bagain barat, berdekaran dengan Laut Arab. Tokoh yang
menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana
pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas
Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei telah
bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke7 Masehi), namun yang
menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel bukanlah dari orang Arab
langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah memeluk Islam dan berdagang ke
dunia timur, termasuk Indonesia. Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel
ini diamini dan disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck
Hurgronje. Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota
pelabuhan Anak Benua India. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka
hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab. Dalam
pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa berikutnya.
Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan Nabi Muhammad yang
menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di di depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P.
Moquetta (1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan
Malik Al-Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai,
Aceh. Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang
wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama dengan nisan
yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya berkesimpulan bahwa batu
nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh orang Gujarat
atau orang Indonesia yang telah belajar kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya
adalah kesamaan mahzab Syafei yang di anut masyarakat muslim di Gujarat dan
Indonesia.
Dasar dari teori ini adalah:
a.
Kurangnya fakta yang menjelaskan peranan
bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b.
Hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur Indonesia –
Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c.
Adanya Batu nisan Sultan Samudra Pasai yaitu
Sultan Malik Al-Shaleh pada tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat
c. Teori
Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari
teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam
memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya pada
kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat Parsi dan
Indonesia. Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10 Muharram atau Asyuro
sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein bin Ali, cucu Nabi Muhammad,
seperti yang berkembang dalam tradisi tabut di Pariaman di Sumatera
Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari bahasa Arab yang ditranslasi
melalui bahasa Parsi. Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan,
misalnya antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran
sufi Al-Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh
penguasa setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan
ketauhidan Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial.
Alasan lain yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu
ada kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan
Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia
menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyak muslim di Iran.
Dari teori ini
adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat IslamIndonesia seperti:
1.Peringatan 10 Muharram atau Asyura atas meninggalnya Hasan dan Husein, cucu Nabi Muhammad, yang sangat di junjung oleh orang Syiah/Islam Iran.
DiSumatra Barat peringatan tersebut disebut dengan upacara
Tabuik/Tabut.Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan pembuatan bubur Syuro.
2.Kesamaan ajaran Sufi yang dianut
Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaituAl – Hallaj.Penggunaan istilah bahasa Iran dalam sistem mengeja huruf Arab untuk
tanda-tanda bunyi Harakat.
3. Ditemukannya makam Maulana Malik
Ibrahim tahun 1419 di Gresik.
4.Adanya perkampungan
Leren/Leran di Giri daerah Gresik. Leren adalah namasalah satu Pendukung teori ini yaitu
Umar Amir Husen dan P.A. Hussein Jayadiningrat.
d. Teori Cina
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia (khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah
berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di
Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah berbaur
dengan penduduk Indonesia—terutama melalui kontak dagang. Bahkan, ajaran Islam
telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana agama ini baru berkembang. Sumanto
Al Qurtuby dalam bukunya Arus Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik
masa Dinasti Tang (618-960) di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir
Cina bagian selatan, telah terdapat sejumlah pemukiman Islam.
Teori Cina ini bila dilihat dari beberapa sumber luar negeri
(kronik) maupun lokal (babad dan hikayat), dapat diterima. Bahkan menurut
sejumlah sumber lokat tersebut ditulis bahwa raja Islam pertama di Jawa, yakni
Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan keturunan Cina. Ibunya disebutkan
berasal dari Campa, Cina bagian selatan (sekarang termasuk Vietnam). Berdasarkan
Sajarah Banten dan Hikayat Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta
leluhurnya ditulis dengan menggunakan istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin
Bun”, “Cek Ban Cun”, “Cun Ceh”, serta “Cu-cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan
“Moechoel” ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di utara
Cina yang berbatasan dengan Rusia.
Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai
arsitektur Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat,
terutama di Pulau Jawa. Pelabuhan penting sepanjang pada abad ke-15 seperti
Gresik, misalnya, menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para
pelaut dan pedagang Cina. Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan
dan kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam
masing-masing teori tersebut.
e.Teori Benggali.
Teori ketiga yang dikembangkan Fatimi menyatakan bahwa Islam datang dari
Benggali (Bangladesh). Dia mengutip keterangan Tome Pires yang mengungkapkan bahwa kebanyakan orang terkemuka di Pasai adalah
orang Benggali atau keturunan mereka. Dan, Islam muncul pertama kali di
semenanjung Malaya dari arah pantai Timur, bukan dari Barat (Malaka), pada abad
ke-11, melalui Kanton, Phanrang (Vietnam), Leran, dan Trengganu. Ia beralasan
bahwa doktrin Islam di semenanjung lebih sama dengan Islam di Phanrang, Elemen-elemen prasasti di Trengganu juga lebih mirip dengan prasasti yang
ditemukan di Leran. Drewes, yang mempertahankan teori Snouck, menyatakan bahwa
teori Fatimi ini tidak bisa diterima, terutama karena penafsirannya atas
prasasti yang ada dinilai merupakan perkiraan liar belaka. Lagi pula madzhab
yang dominan di Benggali adalah madzhab Hanafi, bukan madzhab Syafii seperti di
semenanjung dan nusantara secara keseluruhan.
Sumber-sumber
yang menerangkan masuk dan berkembangnya agama Islam ke nusantara.
a.
Sumber dari luar negeri.
1. Berita dari
bangsa Arab yang melakukan perdagangan dengan Indonesia sekitar abad ke-7 pada
masa kerajaan Sriwijaya.
2.
Berita dari Marco Polo tentang adanya kerajaan Islam yang pertama di Nusantara
yaitu Samudera Pasai.
3.
Berita dari India bahwa para pedagang India dari Gujarat telah melakukan
penyebaran Islam di Nusantara.
4.
Catatan Ma-Huan dari Cina, yang menceritakan bahwa kira-kira sekitar tahun 1400
telah ada saudagar-saudagar Islam yang tinggal di pesisir pantai utara Pulau
Jawa.
b.
Sumber dari dalam negeri.
1.
Penemuan batu di Lenan Gresik yang telah menggunakan bahsa Arab dan diduga
telah adalah makam dari Fatimah Binti Maimun (1028).
2.
Makam Sultan Malik As-Shaleh di Sumatera Utara yang meninggal pada bulan
Ramadhan 676 H atau1297 M.
3.
Makam Syekh Maulana Malik Ibrahim di Gresik yang Wafat tahun 1419 M.
Ditengah perbedaan penafsiran proses
masuk dan berkembangannya agama Islam di Nusantara tersebut, para ahli sepakat
bahwa golongan pembawa agama Islam di Nusantara adalah kaum pedagang, selain
sebagai kewajiban seorang Muslim, penyebaran agama melalui perdgangan ketika
itu merupakam jalan yang paling efisien. Pada saat itu pelayaran dan perdgangan
internasional sangant berkembang. Tidak heran jika daerah pesisir pantai
terlebih dahulu memeluk agama Islam adalah daerah Pesisir. Selain itu, kaum
mubaligh atau guru agama juga datang untuk mengajarkan dan menyebarkan agama
Islam. Kedatangan para mubaligh ini mempercepat islamisasi daerah-daerah di
Nusantara. Mereka mendirikan banyak pesantren yang mencetak kader-kader ulama
atau guru agama lokal. Golongan lain yang juga disebut sebagai pembawa agama
Islam adalah penganut Tasawuf (kaum sufi). Mereka diperkirakan
masuk ke Nusantara pada abad ke-13.
Selain golongan pembawa tentu terdapat
pula golongan penerima agama Islam. Diantaranya adalah
1.
Para adipati pesisir yang langsung berhubungan denagn pedagang muslim,
2.
Raja dan bangsawan yang ikut mempercepat perkembangan Islam,
3.
Para pedagang muslim yang terlibat langsung dengan pedagang Islam dari luar,
4.
Para wali songo,
5.
Rakyat yang di Islamkan Wali songo
Ada
beberapa faktor yang menyebabkan agama Islam dapat berkembang dengan cepat di
Indonesia. Diantaranya sebagai berikut.
1.
Syarat masuk agama Islam sangatlah
mudah. Seseorang hanya butuh mengucapkan kalimat syahadat untuk bisa secara
resmi masuk Islam.
2.
Agama Islam tidak mengenal sistem
pembagian masyarakat berdasarkan perbedaan kasta. Setiap anggota masyarakat
memiliki kedudukan yang sama sebagai hamba Allah SWT. Kenyataan ini berbeda
dengan kondisi sebelumnya dimana masyarakat terbagi dalam kasta-kasta.
3.
Penyebaran agama Islam dilakukan
dengan jalan yang relatif damai (tanpa melalui kekerasan)
4.
Sifat masyarakat Nusantara yang
ramah tamah memberi peluang untuk bergaul lebih erat dengan bangsa lain. Di
dalam pergaulan itu, terjadi saling mempengaruhi dan saling pengertian.
5.
Upacara-upacara ke agamaan dalam
Islam lebih sederhana, dan di padankan dengan upacara-upacara yang telah ada
sebelumnya.
Faktor-faktor diatas, didikung pula
dengan semangat para penganut Islam untuk terus menyebarkan agama yang telah
dianutnya. Bagi penganut agama Islam, menyebarkan agama Islam adalah sebuah
kewajiban.
b044z6ymygm630 vibrators,vibrating dildos,dog dildo,dildo,Panty Vibrators,glass dildos,penis rings,realistic dildo,sex chair f524z2vjdxu563
BalasHapus